Dunia kini tengah dilanda kekhawatiran akan terjadi badai resesi di tahun 2023. Namun pakar ekonomi Universitas Airlangga (Unair) mengingatkan kepada para investor untuk tetap tenang menghadapi isu resesi global 2023.
Bayangan resesi kian terasa semakin dekat ketika Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan sepertiga ekonomi di dunia telah mengalami resesi atau pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut. Hal itu tentu membuat para investor di Indonesia mulai merasa was-was akan gelapnya kondisi perekonomian di Tanah Air. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR), Made Gitanadya Ayu Ariani SE MSM, menilai kondisi ini, justru dapat menjadi momen terbaik untuk berinvestasi khususnya di pasar saham.
“Untuk 2023 saat memang krisis, (investor) di pasar saham sebaiknya tetap tenang karena saya percaya yang dibilang warren buffet bahwa be fearful when others are greedy be greedy when others are fearful,” ucap Made pada Senin (31/10/22).
Made seperti dikutip dari laman unair.ac.id, menyarankan kepada para investor di pasar saham agar tidak terlalu agresif serta jangan FOMO (Fear Of Missing Out) atau terprovokasi orang lain saat membeli saham. Karena hal tersebut, kata Made, dapat menyebabkan seseorang dapat erperangkap pada saham gorengan atau saham yang harganya sudah dimanipulasi dan bisa tidak laku terjual nantinya.
“Jangan mudah FOMO, jangan mudah percaya omongan orang, tetap lihat fundamental perusahaan, dan tetap jangn lupa untuk take profit,” jelasnya.
Dosen Departemen Manajemen UNAIR itu juga menyebut beberapa saham yang sekiranya akan bertahan ditengah adanya resesi. Saham tersebut,sambungnya, ada pada sektor energi dan perbankan.
Sektor perbankan, lanjut Made, terbilang aman karena usaha perbankan di Indonesia diatur dan diawasi sangat ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terlebih saham-saham blue chip atau saham dari perusahaan besar yang memiliki pendapatan stabil.
“Tetap paling aman saat resesi, kembalilah ke saham blue chip, sama di LQ45 misalnya atau saham BUMN, karena jika ada apa-apa pasti akan di bailout oleh pemerintah,” jelas Made.
Meski demikian, Made menyebut portofolio investasi yang baik adalah yang terdiversifikasi. Bukan hanya terdiversifikasi produk namun juga sektor usahanya. Selain investasi saham, lanjut Made, investasi emas bisa diprioritaskan saat terjadi resesi. Karena menurutnya emas merupakan instrumen yang stabil.
“Saya menyarankan kalau untuk di masa resesi, tetap paling aman memegang emas, karena justru harganya naik, emas sekarang harganya naik ke delapan ratus ribuan harganya, setelah sempat turun ke 780 ribu per gram. Saat krisis orang akan kembali ke instrumen paling aman yaitu emas,” tegasnya.