Telah terbit di Koran Republika Rabu, 26 Agustus 2019, hal. 10
Oleh : Dr. Oni Sahroni, MA
(Dewan Pengawas Syariah Inisiatif Zakat)
Syariah tidak hanya sekedar akad; tidak hanya sekedar siapa, apa, dan bagaimana prosesnya. Tetapi, objek transaksi halal dan legal, hak dan kewajibannya jelas, terhindar dari transaksi yang dilarang dan merugikan para pelaku dan masyarakat, dilakukan dengan adab dan akhlaknya. Bahkan akad tidak hanya tentang isi perjanjian dan ijab qabul, tetapi juga substansi dan objek akad transaksi.
Lebih jelasnya bisa dijabarkan dalam poin-poin berikut: Pertama, Bebas transaksi yang terlarang dulu, baru merangkai akad. Maksudnya, merangkai akad setelah memastikan aktivitas muamalah itu halal.
Seperti unsur ridha yang harus ada dalam setiap transaksi itu berlaku dalam transaksi yang halal. Saat transaksi tidak halal seperti jual beli minuman yang memabukkan, maka saling ridha itu tidak akan membuat transaksi haram jadi halal.
Misalnya, seorang pialang menjalani aktivitas sebagai mafia hukum tidak mungkin di-potret dengan akad samsarah, atau jualah, atau ijarah, karena objek transaksinya tidak halal.
Kedua, Jelas apa, siapa, dan bagaimana. Merangkai akad itu merumuskan ketentuan hak dan kewajiban para pihak. Sebagaimana terjadi pada akad-akad baik yang dijelaskan dalam fikih ataupun yang belum dijelaskan dalam fikih klasik.
Sebagaimana kesimpulan banyak referensi tentang akad seperti yang ditulis oleh Ali Muhyiddin, Abdul Sattar Abu Ghuddah, dan Ali Mar’i.
Misalnya, saat si A menempatkan dananya dalam produk tabungan sebagai investasi, maka berlaku seluruh ketentuan bagi hasil. Berbeda saat sebagai titipan, maka berlaku ketentuan utang piutang.
Saat si A mendaftarkan anaknya di sekolah dan membayar SPP bulanan atas jasa layanan akademik, maka di-potret sebagai ijarah dan berlaku seluruh ketentuannya.
Saat seseorang naik dan membayar uang kepada ojek online, maka termasuk jual beli jasa dan berlaku seluruh ketentuannya.
Ketiga, Sesuai dengan substansi dan targetnya. Idealnya merangkai akad dan menerapkannya dalam suatu aktivitas bisnis atau produk keuangan itu mempertimbangkan substansi dan motif bisnis tersebut agar akad yang dirangkai sesuai dengan maksud para pelaku akad tersebut. Sebagaimana penegasan sebagian ulama tentang pentingnya kesesuaian proses bisnis dengan substansi/target (muqtada aqad).
Saat sepuluh orang patungan beli sapi untuk kurban, itu tidak dikategorikan kurban tetapi sedekah daging, walaupun tidak mengurangi nilai pahalanya. Sebagaimana substansi kurban yang sarat dengan komitmen terhadap nash.
Seperti mewakafkan dana yang tidak halal, sesungguhnya jika dilihat dari substansi, maka itu termasuk sedekah dana non halal (bukan wakaf).
Terlebih saat memperlakukan akad pada produk dan aktivitas yang sudah terjadi dan disusun sistemnya seperti pola jual beli di mall, swalayan, dan di marketplace, di mana mempertimbangkan motif dari pelaku bisnis agar akad yang didesain mendekati motif dan tujuan mereka.
Keempat, Adab-adab muamalah. Merangkai akad juga harus dilengkapi dengan komitmen para pihak untuk menunaikannya dengan adab-adab bermuamalah seperti komitmen, profesional, dan tafahum.
Fikih harus dilengkapi dengan adab, di mana pada umumnya, bahasan fikih pada sah atau tidaknya suatu aktivitas. Sedangkan adab adalah ketentuan yang menyempurnakan fikih.
Bayangkan jika bisnis dikelola memenuhi rukun dan syaratnya tetapi para pihaknya cacat komitmen, wanprestasi, tidak jujur melaporkan realisasi usaha, dan sejenisnya, maka bisnis dan aktivitas muamalah lainnya akan luluh lantak, tidak menghasilkan apa-apa, bahkan merusak persaudaraan.
Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama dalam banyak literatur seperti Minhaj al-Qashidin, Mitsaq Rijal al-A’mal, Adab at-Tajir, al-Adab al-Mufrad, dan at-Targhib wa at-Tarhib. Wallahu a’lam.
liputan6.com, Jakarta Harga emas dunia mengalami turbulensi yang signifikan dalam tiga tahun terakhir, di mana harga emas diperdagangkan di bawah USD 1.500 per ons dan naik ke rekor tertinggi baru di atas USD 2.050 per ons.
Analis Liberum Tom Price, mengatakan, terlepas dari volatilitas arah harga emas relatif mudah dipahami. Semenjak pandemi covid-19 pada 2020, banyak orang menginvestasikan hartanya ke emas karena menyadari akan terjadi guncangan inflasi di kemudian hari.
Tetapi begitu pasar menyadari bahwa Fed semakin serius tentang siklus kenaikan suku bunga yang akan datang ke tahun 2022, semua pasar komoditas menjadi tenang.
Itu mengeluarkan spekulan dari ruang komoditas karena mereka bisa mendapatkan pengembalian aset lain. Emas turun 15 persen dari tertinggi perang Ukraina di bulan Maret," kata Price.
Kenaikan Suku Bunga The Fed
Menurutnya, hanya perlambatan siklus kenaikan suku bunga Fed pada kuartal keempat yang mendorong spekulan kembali ke pasar emas. Spekulan adalah mereka cenderung melihat bagaimana teknikal sahamnya atau melihat pergerakan pasar yang sedang terjadi.
"Dengan siklus kenaikan suku bunga yang melambat, faktor-faktor bullish mulai muncul penguncian China mereda, dan perang Rusia masih berlangsung. Sehingga perdagangan kecemasan ada di sana," jelasnya.
Pada awal tahun ini, penggerak utama emas adalah dua faktor bullish ini. Pada saat yang sama, The Fed mundur. Akibatnya, kedua faktor bullish itu mengalahkan faktor bearish itu, dan itulah yang mendorong harga emas naik memasuki tahun baru.
Kebijakan Fed Berdampak ke Harga Emas
Namun, ini tidak berlangsung lama, dengan The Fed kembali sebagai penggerak harga emas yang dominan. Pandangan ini menguat setelah Ketua Fed Jerome Powell memperingatkan kemungkinan kenaikan suku bunga yang lebih tinggi dan lebih cepat karena data ekonomi yang kuat dan inflasi tinggi yang tidak nyaman.
"Sekarang semua orang menyadari fakta bahwa ekonomi AS berjalan sangat baik dan Fed mengejar inflasi. Bagi saya, itu semua masuk akal," jelas Price.
Lebih lanjut Price menjelaskan, dengan respons emas yang sangat baik terhadap ketiga pendorong ini, menganalisis pasar menjadi lebih mudah.
"Saya benar-benar dapat merasionalisasi kinerja harga emas dalam kaitannya dengan tiga penggerak harga yang dominan Fed, China, dan perang Ukraina. Dan saya dapat melihat kinerja harga yang mencerminkan penggerak dominan selama 12 bulan terakhir. Dan itu cukup langka untuk benar-benar mengatakan tentang pasar komoditas apa pun. Emas adalah pasar yang rasional saat ini," pungkasnya
Harga Emas Dunia Pekan Lalu
Harga emas melonjak hampir 2 persen pada perdagangan Jumat (Sabtu waktu Jakarta). Kenaikan harga emas ini didorong oleh penurunan imbal hasil Treasury Amerika Serikat (AS) dan pasar keuangan yang lebih luas karena kekhawatiran atas kejatuhan sektor perbankan menutupi laporan data pekerjaan AS yang kuat mendorong kenaikan harga emas.
Dikutip dari CNBC, Sabtu (11/3/2023), harga emas hari ini di pasar spot naik 1,98 persen ke USD 1.867,22 per ons, tertinggi sejak 14 Februari 2023. Sedangkan harga emas berjangka AS juga naik 2,03 persen menjadi USD 1.871,90 per ons.
SVB pemberi pinjaman teknologi AS bergejolak melalui pasar global dan memukul saham perbankan, menopang minat pada emas batangan yang sering dilihat sebagai penyimpan nilai yang aman selama masa yang tidak pasti.
“Saya pikir titik fokus utamanya adalah imbal hasil dan dengan turunnya imbal hasil hari ini, itu merupakan dorongan untuk pasar emas,” kata Direktur Perdagangan Logam High Ridge Futures David Meger,
Emas, yang tidak menghasilkan bunga, diuntungkan karena imbal hasil Treasury turun di tengah gejolak pasar keuangan dan setelah data pekerjaan AS menunjukkan pendapatan per jam naik kurang dari yang diharapkan bulan lalu. Hal itu memberi harapan bahwa The Fed bisa kurang agresif dalam jalur kenaikan suku bunga, meski penciptaan lapangan kerja kuat.
“Seperti yang dilihat pasar, komponen upah dari laporan pekerjaan AS lebih jinak dari yang diharapkan, yang tampaknya telah mengurangi kenaikan gaji non-pertanian yang lebih tinggi dari perkiraan,” tulis Analis Senior Kitco Metals Jim Wyckoff.
“Ada penghindaran risiko yang lebih tajam di pasar untuk mengakhiri minggu perdagangan, dan itu kemungkinan mendorong beberapa permintaan safe-haven untuk emas dan perak," tutur dia.
Harga emas sedang menuju kenaikan mingguan kedua berturut-turut.
Sementara itu, harga perak di pasar spot naik 2,17 persen menjadi USD 20,507 per ons, tetapi tetap di jalur untuk penurunan mingguan sebesar 3,7 persen.
Juga mengikuti harga emas hari ini, harga platinum menguat 1,55 persen menjadi USD 958,90, sedangkan harga paladium turun 0,78 persen menjadi USD 1.377,90. Keduanya mencatatkan penurunan mingguan.
Mungkin Anda sudah sering mendengar istilah ekonomi syariah dalam perbankan Indonesia. Namun, sebenarnya apa itu ekonomi syariah? Bagaimana perannya terhadap perekonomian di Indonesia? Serta layanan seperti apa yang bisa digunakan agar transaksi lebih aman dan sesuai syariat Islam?
Menurut laman resmi Bursa Efek Indonesia, ekonomi syariah adalah bentuk percabangan ilmu ekonomi yang mengimplementasikan nilai dan prinsip dasar syariah berlandaskan Al-Qur’an, sunnah, Ijma’, dan Qiyas. Sistemnya berlaku secara universal dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam kegiatan ekonomi dan keuangan dalam perbankan.
Dalam dunia ekonomi, ekonomi syariah disebut juga dengan istilah ekonomi islam. Pada prinsipnya, ekonomi syariah merupakan representasi dari jalan tengah antara sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Oleh karena itu, sistem ekonomi syariah menerapkan prinsip kebaikan dari dua sistem ekonomi tersebut.
Tujuan dan Prinsip Ekonomi Syariah
Seperti yang disebutkan, sistem ekonomi syariah atau ekonomi Islam lebih mengedepankan kebaikan yang sudah berlandaskan dengan nilai-nilai dalam agama Islam. Itulah sebabnya, tujuan dari sistem ekonomi ini selaras dengan tujuan dari penerapan syariah (hukum) agama Islam, yaitu untuk mencapai tatanan yang baik serta terhormat, sehingga menciptakan kebahagiaan dalam lingkup dunia maupun akhirat.
Dalam praktiknya, ekonomi syariah memiliki 4 tujuan utama yang perlu diperhatikan, di antaranya:
- Mencapai kesejahteraan sesuai dengan nilai dan norma Islam.
- Membentuk masyarakat yang terjalin erat satu sama lain berdasarkan prinsip keadilan dan persaudaraan.
- Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata.
- Mendukung kebebasan individu untuk berusaha meningkatkan taraf hidupnya sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Selain tujuan, ekonomi syariah juga memiliki prinsip tersendiri yang perlu diketahui oleh setiap orang yang hendak menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena berpijak pada nilai-nilai agama Islam, dalam ekonomi syariah terdapat beberapa prinsip yang tidak ada dalam sistem ekonomi konvensional. Menurut Bank Indonesia, berikut ini beberapa prinsip dasar ekonomi syariah:
- Membayarkan zakat ke orang yang membutuhkan agar roda perekonomian berputar karena harta yang ada disalurkan ke orang tersebut untuk menghasilkan aktivitas ekonomi yang produktif.
- Adanya pelarangan riba dalam setiap kegiatan ekonomi. Misalnya, saat melakukan transaksi di bank syariah tidak akan dikenakan bunga, karena ekonomi syariah menganggap uang hanya bisa didapat dan mendatangkan hasil dari kegiatan sektor riil.
- Melakukan transaksi yang produktif dan berbagi hasil. Ekonomi syariah sangat menjunjung keadilan dan menekankan bagi hasil dan risiko antara nasabah dan pihak bank.
- Kegiatan transaksi keuangan hanya terkait sektor riil untuk menghindari financial bubble yang kerap terjadi pada sistem ekonomi konvensional.
- Adanya partisipasi sosial untuk kepentingan publik. Hal ini sesuai dengan nilai ekonomi syariah di mana tujuan sosial diusahakan secara maksimal dengan menyalurkan sebagian harta untuk kepentingan bersama.
- Bertransaksi atas dasar kerjasama dan keadilan untuk masing-masing pihak. Setiap transaksi, khususnya perdagangan dan pertukaran harus mematuhi peraturan yang telah ditetapkan sesuai syariat Islam.
Apa Saja Peran Ekonomi Syariah?
Dalam Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah (LEKSI) 2020, Bank Indonesia memaparkan tiga peran ekonomi syariah dalam pemulihan ekonomi nasional Indonesia, di antaranya:
- Peran kebijakan sistem syariah sebagai bagian dari bauran kebijakan utama BI, baik moneter maupun makroprudensial. Tujuannya untuk mendukung likuiditas perbankan syariah sehingga dapat mendorong penyaluran pembiayaan syariah di Indonesia.
- Menerapkan model usaha berbasis kemitraan (UMKM syariah) dan mengoptimalkan bagi hasil secara benar. Dengan begitu, peluang usaha tetap terjaga melalui dukungan ketahanan menghadapi risiko usaha.
- Mengoptimalkan keuangan sosial syariah, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf
Bagaimana Potensi Ekonomi Syariah di Indonesia?
Menurut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, potensi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia sangat besar. Hal ini terlihat dari perkembangan indeks inklusi keuangan yang semakin meningkat serta didukung dengan total aset keuangan syariah. Selain itu, potensi ini didukung dengan penyaluran KUR Syariah dan jumlah debitur syariah yang terus meningkat.
Beberapa peluang sebagai penghubung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah antara lain pertumbuhan keuangan sosial melalui zakat dan wakaf, tokenisasi sukuk, digitalisasi dan pengembangan Islamic Fintech, serta regulasi keuangan syariah dan investasi berdampak (ESG).
Bahkan, menurut data yang didapatkan oleh Kemenkeu RI, saat ini Indonesia telah naik ke peringkat 4 untuk pengembangan ekonomi dan keuangan syariah setelah Malaysia, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab.
Lantas, bagaimana cara mengoptimalkan potensi tersebut? Untuk mendukung ekosistem ekonomi dan keuangan syariah, Kemenkeu RI menganjurkan adanya integrasi setiap elemen pendukung ekonomi syariah termasuk koordinasi para pemangku kebijakan, dukungan regulasi, dan insentif pemerintah untuk mengembangkan industri halal. Dengan begitu, potensi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia akan terus meningkat.
Apa Saja Produk Ekonomi Syariah dalam Perbankan?
Dalam mengembangkan potensi ekonomi syariah, ada berbagai peran dan bentuk yang bisa dilakukan, salah satunya dengan memanfaatkan produk perbankan syariah. Saat ini produk perbankan syariah kian tumbuh dan diminati oleh banyak orang. Ini juga merupakan alternatif produk perbankan yang dinilai lebih nyaman, berkah, dan sesuai syariat Islam di luar produk bank konvensional.
Produk perbankan syariah pun sebenarnya tak kalah canggih dengan produk bank konvensional. Bedanya, produk perbankan syariah telah disesuaikan dengan akad-akad syariah dan diakui oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Dari sekian banyak produk yang ada, berikut ini adalah beberapa produk perbankan syariah di Indonesia yang dapat dimanfaatkan oleh Anda berdasarkan kebutuhan, di antaranya:
- Tabungan
- Deposito
- Investasi
- Pembiayaan
Dunia kini tengah dilanda kekhawatiran akan terjadi badai resesi di tahun 2023. Namun pakar ekonomi Universitas Airlangga (Unair) mengingatkan kepada para investor untuk tetap tenang menghadapi isu resesi global 2023.
Bayangan resesi kian terasa semakin dekat ketika Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan sepertiga ekonomi di dunia telah mengalami resesi atau pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut. Hal itu tentu membuat para investor di Indonesia mulai merasa was-was akan gelapnya kondisi perekonomian di Tanah Air. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR), Made Gitanadya Ayu Ariani SE MSM, menilai kondisi ini, justru dapat menjadi momen terbaik untuk berinvestasi khususnya di pasar saham.
“Untuk 2023 saat memang krisis, (investor) di pasar saham sebaiknya tetap tenang karena saya percaya yang dibilang warren buffet bahwa be fearful when others are greedy be greedy when others are fearful,” ucap Made pada Senin (31/10/22).
Made seperti dikutip dari laman unair.ac.id, menyarankan kepada para investor di pasar saham agar tidak terlalu agresif serta jangan FOMO (Fear Of Missing Out) atau terprovokasi orang lain saat membeli saham. Karena hal tersebut, kata Made, dapat menyebabkan seseorang dapat erperangkap pada saham gorengan atau saham yang harganya sudah dimanipulasi dan bisa tidak laku terjual nantinya.
“Jangan mudah FOMO, jangan mudah percaya omongan orang, tetap lihat fundamental perusahaan, dan tetap jangn lupa untuk take profit,” jelasnya.
Dosen Departemen Manajemen UNAIR itu juga menyebut beberapa saham yang sekiranya akan bertahan ditengah adanya resesi. Saham tersebut,sambungnya, ada pada sektor energi dan perbankan.
Sektor perbankan, lanjut Made, terbilang aman karena usaha perbankan di Indonesia diatur dan diawasi sangat ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terlebih saham-saham blue chip atau saham dari perusahaan besar yang memiliki pendapatan stabil.
“Tetap paling aman saat resesi, kembalilah ke saham blue chip, sama di LQ45 misalnya atau saham BUMN, karena jika ada apa-apa pasti akan di bailout oleh pemerintah,” jelas Made.
Meski demikian, Made menyebut portofolio investasi yang baik adalah yang terdiversifikasi. Bukan hanya terdiversifikasi produk namun juga sektor usahanya. Selain investasi saham, lanjut Made, investasi emas bisa diprioritaskan saat terjadi resesi. Karena menurutnya emas merupakan instrumen yang stabil.
“Saya menyarankan kalau untuk di masa resesi, tetap paling aman memegang emas, karena justru harganya naik, emas sekarang harganya naik ke delapan ratus ribuan harganya, setelah sempat turun ke 780 ribu per gram. Saat krisis orang akan kembali ke instrumen paling aman yaitu emas,” tegasnya.
Liputan6.com, Jakarta Indonesia dinilai memang membutuhkan bank syariah besar yang memiliki kemampuan penyaluran pembiayaan yang kuat dengan produk yang komprehensif.
Ini sejalan dengan upaya pemerintah menjadikan Indonesia sebagai episentrum industri halal perlu didukung oleh industri keuangan syariah yang mumpuni.
Berdasarkan data State of Global Islamic Economy (SGIE) Report 2020/2021, ekonomi syariah Indonesia berada pada urutan keempat, setelah Malaysia, UAE, Bahrain, dan Arab Saudi.
Padahal, Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Indikator yang menjadi penilaian SGIE antara lain keuangan syariah, pariwisata, industri fesyen, obat-obatan, kosmetik, dan produk makanan. Dari seluruh indikator tersebut, Indonesia rata-rata berada dalam peringkat 10 besar.
Ada dua sektor yang masuk dalam peringkat 5 besar, yakni makanan dan minuman serta fesyen. Terkait itu, Ketua Badan Ekonomi Syariah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Taufan Rotorasiko mengatakan mengakselerasi perbankan syariah tidak cukup dengan pertumbuhan organik.
Perbankan syariah di Indonesia, dengan seluruh stakeholder-nya harus mampu membuat produk perbankan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan pengusaha dari segala sektor.
“Sehingga menjadi lebih menarik buat masyarakat dan kalangan pengusaha untuk bergabung dengan bank syariah baik dari sisi produk perbankannya maupun pemanfaatan produk pinjamannya yang tentunya lebih terasa mudah dan murah serta aman dan nyaman,” katanya belum lama ini.
Dia melanjutkan bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Dengan demikian potensi untuk mengakselerasi pertumbuhan industri keuangan syariah sangat besar.
Hal yang menjadi ironi saat ini adalah rendahnya indeks literasi dan inklusi keuangan syariah di negara dengan mayoritas penduduk muslim.
Sebagai catatan, pada 2019, tingkat literasi keuangan syariah naik menjadi 8,93 persen dari sebelumnya 8,1 persen pada periode survei 2016.
Meski mengalami kenaikan, angka tersebut masih jauh di bawah indeks literasi keuangan konvensional yang sebesar 37,72 persen.
Sementara itu, untuk tingkat inklusi keuangan syariah yang berkaitan dengan pemanfaatan produk dan layanan jasa keuangan syariah sudah mencapai 9,1 persen untuk bank syariah. Indikator yang sama untuk bank konvensional sudah mencapai 75,28 persen.
Menurut Taufan, salah satu penyebab rendahnya literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia adalah adanya persepsi bahwa ekonomi dan keuangan syariah hanya untuk orang Islam dan orang tua.
Tak hanya itu, masih banyak masyarakat juga yang mengira produk keuangan syariah sama dengan konvensional dan hanya diganti istilah saja, seperti deposito menjadi mudharabah, dan pembiayaan menjadi murabahah.Oleh karena itu Indonesia membutuhkan bank syariah besar yang mampu mengubah pola pikir tersebut.
“Terutama pada mindset generasi millenial dan gen Z, serta meyakinkan masyarakat, terutama kepada masyarakat unbankable di sekitar pesantren, jika proses dalam bank syariah sudah sesuai dengan syariat Islam, sehingga tidak riba,” katanya.
Adapun, terkait upaya Indonesia memiliki bank syariah dengan produk yang lengkap, dia mendukung perbankan melakukan konsolidasi untuk menjawab kewajiban pemisahan atau spin-off unit usaha syariah (UUS).
Sebagaimana diketahui, UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mengharuskan UUS memisahkan diri dan bertransformasi menjadi badan umum syariah (BUS) pada 2023.
Hal ini artinya, tersisa sekitar 17 bulan bagi bank umum konvensional yang memiliki UUS untuk menyiapkan modal tambahan. Kewajiban spin-off juga berlaku untuk UUS yang sudah memiliki nilai aset 50% dari total nilai bank induknya.
“Konsolidasi adalah langkah paling tepat dan ideal bagi unit usaha syariah untuk memisahkan diri di tengah tenggat waktu yang semakin mepet. Dengan konsolidasi, lebih menjamin penguatan sebuah bank dari sisi permodalan, sehingga dapat memperkuat industri keuangan syariah,” kata Taufan.
Terpisah, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Teguh Supangkat mengatakan bahwa spin-off dapat dilakukan dengan memerhatikan aspek konsolidasi. Dengan demikian akan menghasilkan bank syariah yang kuat.
Sementara itu, hingga Februari 2022, OJK mencatat Indonesia memiliki 12 bank umum syariah dan 21 unit usaha syariah.
Adapun untuk bank syariah terbesar, saat ini PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI adalah bank yang menguasai lebih dari 40 persen aset perbankan syariah di Tanah Air. Per Mei 2021, BSI membukukan aset senilai 243,3 triliun, jauh meninggalkan bank syariah lainnnya.
BSI pun memiliki rencana tumbuh secara anorganik dengan mengakuisisi UUS PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
Di sisi lain, dari total industri perbankan syariah, per Februari 2022 aset tumbuh sekitar 13,2 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy) menjadi Rp 665 triliun.
Pada periode yang sama total industri perbankan mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 10,3 persen yoy menjadi Rp 10.061 triliun.
Kendati tumbuh di atas industri, secara nilai, aset bank syariah tergolong sangat kecil. Bank syariah hanya berkontribusi 6,2 persen terhadap aset sektor perbankan. Begitu pula dengan penyaluran pembiayaan dari bank syariah.
Data Statistik Perbankan Syariah yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Januari 2021 menyebutkan setahun terakhir aset perbankan syariah tumbuh lebih kurang 14,2 persen. Padahal total aset 2019 menunjukkan angka Rp 500 triliun. Angka itu tumbuh menjadi Rp 571 triliun pada tahun lalu yaitu 2020.
Fakta menggembirakan lain adalah kian menjamurnya bank-bank syariah. Masih menurut Data OJK saat ini ada 34 pelaku usaha perbankan syariah di Indonesia.
Terdiri dari 14 bank umum syariah (BUS) dan 20 unit usaha syariah (UUS) serta 163 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Dari jumlah 20 UUS itu tujuh di antaranya berasal dari bank umum swasta nasional termasuk UUS Bank Permata, BTN, Cimb Niaga, Maybank, OCBC NISP, Sinar Mas dan Danamon. UUS ini merupakan unit usaha syariah dengan kontribusi besar bagi perbankan syariah. Selain itu 13 UUS berasal dari bank daerah.
Apa dan seperti apakah bank syariah? Mengapa kita penting memilih bank syariah?
Ketua Bidang Industri Bisnis dan Ekonomi Syariah DSN MUI, KH Dr Moch Bukhori Muslim, mengatakan jika sistem bank syariah adalah sistem bagi hasil.
Mekanismenya adalah mekanisme yang sesuai dengan prinsip syariah. Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Pasal 34 ayat (1) mencantumkan bahwa bank syariah memiliki prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggung-jawaban, profesional, dan kewajaran dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Kiai Buchori menjelaskan fatwa terkait sistem dan kontrak pada bank syariah ini dikeluarkan DSN MUI setelah melalui kajian panjang dalam focus group discussion yang dilakukan DSN MUI (aspek syariah), DSAS ( aspek akuntansi syariah), regulator, para praktisi, dan Mahkamah Agung, di antaranya:
a. Bank syariah boleh menarik denda keterlambatan dari nasabahnya dalam akad murabahah dengan syarat pelakunya adalah nasabah mampu yang menunda pembayaran
b. Jika terjadi transaksi dengan harga dan barang, maka serah terima sah, baik dengan menerima fisiknya atau nonfisiknya, walaupun fisik belum diterima, tetapi bisa memanfaatkannya.
Menurut Kiai Buchori, kedua fatwa tersebut adalah sebagian dari fatwa fatwa yang telah dikeluarkan DSN-MUI, namun dari kedua fatwa diatas seharusnya sudah meyakinkan kita jika kita seharusnya dapat mempertimbangkan apakah akan terus menggunakan bank konvensional ataukah kita bisa memilih bank syariah sebagai gantinya. “Yang mebedakan adalah akad,” kata dia menjelaskan perbedaan bank konvensional dan bank syariah.
Kiai Buchori menuturkan, seperti yang diketahui bersama riba itu hukumnya adalah haram, sedangkan MUI telah mengeluarkan fatwa bahwa bunga bank konvensional itu adalah haram. Allah SWT melarang riba terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 275 dan 278-279, surat Ali Imran ayat 130, dan surat Ar Ruum ayat 39.
Dia menegaskan, dengan memilih bank syariah kita akan terhindar dari riba, karena Allah SWT melarang riba dan banyak kerugian yang didapat dari riba.
Salah satunya, menurut dia, dalam praktik perbankan konvensional yang di dalamnya mengandung riba, salah satu pihak (nasabah) dirugikan dalam kegiatan pinjaman uang, dimana bank konvensional menerapkan sistem bunga dalam setiap transaksi.
Dia menambahkan persentase bunga yang diajukan bank konvensional sangat besar. Selain itu, jika nasabah melakukan kredit macet maka pihak bank akan mengenainya denda yang harus dibayar sesuai waktu terjadinya kredit macet tersebut.